Belajar Memahami Rekan Kerja
slug
belajar-memahami-rekan-kerja
date
Sep 9, 2025
status
Published
tags
PTFI
summary
type
Post
Sebuah pelajaran berharga aku dapatkan kemarin. Di kantor, ada sebuah issue IT yang cukup mendesak. Problem ini harus segera dibereskan karena dalam 3 hari ke depan akan ada kunjungan VIP dari Jakarta. Tekanan pasti ada, apalagi kalau masalah muncul mendadak dan menyangkut banyak orang.
Setelah berkoordinasi dengan tim dan vendor, aku pun menyusun sebuah plan. Waktu itu aku meminta Mas Advent, salah satu anggota timku, untuk membantu mengantarkan Mas Afif pulang. Alasannya sederhana: pagi harinya aku yang menjemput Mas Afif, jadi kalau pulangnya aku lagi, rasanya kasihan banget dia ikut overtime sampai malam. Sementara aku bisa fokus menyelesaikan error yang ada di kantor.
Tapi ternyata rencana awal tidak berjalan sesuai harapan. Saat aku ngobrol dengan Mas Advent, dia menolak dengan sopan. Katanya: “Oh Mas Fawwaz saja yang anterin, biar saya saja yang lanjutin kerjaan ini, Mas.”
Aku sih nggak masalah. Akhirnya aku yang mengantarkan Mas Afif pulang sampai ke kos. Setelah itu aku balik lagi ke kantor sambil sekalian beli makan malam buat Mas Advent. Begitu sampai, aku lihat jam dinding… buset, sudah jam 19.00 WIB. Aku pun ikut membantu Mas Advent, memastikan kira-kira masih ada kerjaan apa yang belum kelar.
Nah, di sinilah aku mulai merasa ada sesuatu yang “nggak beres.” Aku lihat mata Mas Advent, kelihatan banget kalau dia ngantuk berat. Aku penasaran, aku tanya: “Mas, semalem pulang dari Jepara ke Gresik jam berapa?” Dia jawab dengan santai: “Jam 2 pagi, Mas.”
Aku langsung kaget. Pantes saja dia terlihat sangat lelah. Dari situ aku mulai sadar kalau kondisi fisiknya memang lagi nggak ideal. Akhirnya aku mempercepat jadwal pulang tim. Yang tadinya aku targetkan jam 20.00 WIB, aku singkat jadi 19.30 WIB. Kerjaan yang penting sudah beres, dan sisanya bisa dibereskan esok hari. Setelah itu kami makan malam bareng.
Nah, di meja makan itu lah Mas Advent akhirnya cerita panjang lebar. Ternyata, saat perjalanan pulang dari Jepara kemarin, travel yang dia naiki mengalami insiden kecelakaan di daerah Maspion. Untungnya dia selamat, tapi jelas peristiwa itu cukup menguras energi dan mentalnya.
Saat itu aku langsung merasa “ngeh.” Oh, jadi ini alasannya kenapa dia nggak mau aku suruh antar Mas Afif. Bukan karena dia nggak mau bantu, tapi karena kondisinya sendiri sebenarnya sedang lelah dan butuh istirahat. Kalau kemarin aku tetap maksa, mungkin hasilnya malah amburadul, baik dari sisi pekerjaan maupun perasaan.
Dari kejadian itu aku belajar sesuatu yang sangat penting: sebagai supervisor abal-abal, kamu nggak bisa asal menuntut pekerjaan dari tim. Kamu harus bisa memahami situasi dan kondisi orang-orang yang bekerja bersamamu. Pekerjaan memang harus selesai, tapi jangan sampai kita menutup mata dari sisi manusiawi mereka.
Hari itu aku benar-benar merasa mendapat pelajaran berharga. Bukan soal teknis menyelesaikan masalah IT, tapi tentang bagaimana caranya menjadi lead yang bisa peka terhadap orang lain. Dan aku percaya, di situlah letak indahnya bekerja dalam sebuah tim—bukan hanya soal target, tapi juga soal empati.